hargasaham.id – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menceritakan pengalaman mengejutkan ketika ia menyalurkan dana jumbo Rp200 triliun kepada kelompok bank BUMN (Himbara) pada Jumat, 12 September 2025. Lima bank yang menerima aliran dana tersebut terdiri atas Mandiri, BRI, BNI, BTN, dan BSI. Namun, perbankan justru menyampaikan bahwa mereka hanya mampu menyerap Rp7 triliun saja.
Purbaya tidak tinggal diam. Ia langsung menegaskan agar dana itu tetap tersalurkan. “Enak saja, berikan saja semuanya. Biar mereka berpikir bagaimana cara menyalurkan,” ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Senin 15 September 2025. Pernyataan tersebut memperlihatkan tekad pemerintah untuk mendorong sektor perbankan lebih proaktif dalam menyalurkan pembiayaan ke masyarakat dan dunia usaha.
Pemerintah Tekankan Efek Ekonomi Langsung
Purbaya menekankan bahwa penyaluran dana sebesar itu akan menciptakan efek domino. Menurutnya, bank yang menerima dana perlu mengoptimalkan fungsi intermediasi agar biaya dana menurun. Dengan begitu, suku bunga pinjaman maupun suku bunga deposito ikut melandai. Turunnya biaya uang otomatis meningkatkan transaksi, memperbesar pinjaman, dan mendorong pelaku usaha lebih berani mengembangkan bisnis.
Ia menambahkan, Kementerian Keuangan siap memberi panduan kepada bank yang masih kebingungan dalam memanfaatkan dana tersebut. Panduan itu dapat mengarahkan bank menyalurkan kredit ke sektor prioritas pemerintah, sehingga solusi yang muncul bisa win-win: bank memperoleh keuntungan, masyarakat mendapat akses pembiayaan, dan pemerintah melihat program unggulannya berjalan.
Opsi Tambahan Pendanaan Masih Terbuka
Dalam kesempatan berbeda, tepatnya di Kompleks Parlemen DPR RI, Kamis 11 September 2025, Purbaya juga menyampaikan kemungkinan menambah alokasi dana jika eksperimen awal terbukti positif. Ia menjelaskan bahwa pemerintah memiliki dana mengendap di Bank Indonesia senilai Rp440 triliun. Angka itu memberinya ruang leluasa untuk menambah aliran likuiditas jika penyaluran Rp200 triliun pertama menunjukkan dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Percobaan pertama biarkan sebesar itu dulu. Kita lihat dalam waktu tiga minggu ke depan bagaimana hasilnya. Jika kurang, tambah lagi,” ujarnya dengan optimisme tinggi. Menurut Purbaya, kas pemerintah terus bertambah seiring masuknya penerimaan pajak dan sumber lainnya. Artinya, tambahan aliran dana bukan persoalan besar.
Pengamat Ingatkan Risiko Stabilitas Fiskal
Meski penuh optimisme, pandangan kritis tetap mengemuka. Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef, M Rizal Taufikurahman, memberikan catatan serius. Ia menilai langkah Purbaya bisa meningkatkan risiko fiskal, terutama karena saldo anggaran lebih (SAL) di Bank Indonesia jumlahnya terbatas.
Rizal mengingatkan bahwa kebutuhan belanja rutin pemerintah setiap bulan bisa mencapai Rp200 triliun hingga Rp250 triliun. Angka itu mencakup pembayaran gaji aparatur sipil negara, bunga surat berharga negara, hingga transfer ke daerah. Dengan beban sebesar itu, SAL baru benar-benar aman bila mencapai Rp400 triliun sampai Rp500 triliun. Jika saldo jatuh di bawah batas aman satu bulan belanja wajib, maka risiko meningkat: pembayaran bisa tertunda, biaya utang melonjak, hingga kredibilitas fiskal di mata investor terganggu.
Lebih jauh, Rizal juga menyoroti potensi meningkatnya kebutuhan penerbitan surat utang. Jika pemerintah harus menambah pembiayaan di tengah pasar keuangan yang bergejolak, premi risiko akan melejit. Konsekuensinya, beban bunga utang di masa depan bertambah berat.
Menakar Jalan Tengah
Dari pernyataan Purbaya dan kritik para pengamat, terlihat jelas bahwa pemerintah menghadapi dilema antara agresivitas mendorong kredit dengan menjaga stabilitas fiskal. Di satu sisi, dana Rp200 triliun bisa mempercepat penurunan suku bunga, meningkatkan transaksi perbankan, dan mendorong konsumsi serta investasi. Namun di sisi lain, langkah yang terlalu berani bisa membuat kas negara rentan, terutama jika likuiditas mendadak dibutuhkan untuk belanja wajib.
Pemerintah kini harus memastikan agar penyaluran dana benar-benar tepat sasaran. Bank Himbara pun dituntut kreatif mencari saluran pembiayaan baru. Kombinasi antara strategi perbankan, panduan pemerintah, serta evaluasi rutin dampak kebijakan menjadi kunci agar aliran dana raksasa itu tidak sekadar parkir di neraca bank, melainkan benar-benar menggerakkan perekonomian nasional.