IHSG Tumbang Akibat Aksi Demo, Kapitalisasi Pasar Susut Rp284 Triliun
hargasaham.id – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali melemah tajam pada Jumat, 29 Agustus 2025. Aksi jual masif menekan pasar sejak pembukaan hingga penutupan. Data perdagangan mencatat IHSG ditutup ambles 2,97 persen ke posisi 7.676. Penurunan ini menyeret kapitalisasi pasar turun drastis hingga Rp284 triliun hanya dalam satu hari. Gejolak pasar ini tidak lepas dari meningkatnya aksi demonstrasi besar-besaran yang terjadi di berbagai kota, menambah kecemasan investor domestik maupun asing.
Kondisi eksternal juga ikut memperberat tekanan, terutama ketidakpastian arah kebijakan moneter Amerika Serikat. Investor global cenderung mengurangi eksposur aset berisiko, termasuk saham Indonesia. Akibatnya, tekanan jual semakin meluas di hampir semua sektor. Dalam sepekan, indeks sudah terkoreksi lebih dari 4 persen, mencerminkan hilangnya kepercayaan jangka pendek pelaku pasar.
Sektor-Sektor Terkapar di Zona Merah
Hampir seluruh sektor tercatat melemah serentak pada penutupan perdagangan. Saham perbankan besar menjadi salah satu penekan utama indeks. Kapitalisasi jumbo perbankan domestik terkoreksi signifikan, sehingga memicu efek domino ke indeks sektoral. Saham-saham konsumer juga tidak mampu bertahan, meski biasanya dianggap defensif saat gejolak politik meningkat.
Sektor energi dan pertambangan juga tertekan seiring aksi ambil untung investor. Penurunan harga komoditas global memperparah koreksi di saham batu bara dan migas. Selain itu, saham properti dan konstruksi ikut merosot karena sentimen negatif dari aksi unjuk rasa yang menuntut kebijakan pemerintah lebih berpihak pada buruh. Tekanan serentak di berbagai sektor membuat investor kehilangan opsi untuk berlindung.
Data Bursa Efek Indonesia mencatat lebih dari 350 saham masuk zona merah. Sementara saham yang menguat hanya 180, dan sisanya stagnan. Nilai transaksi harian mencapai lebih dari Rp15 triliun, menunjukkan kepanikan pelaku pasar. Investor ritel maupun institusi terlihat berbondong-bondong melepas aset untuk menghindari kerugian lebih dalam.
Faktor Eksternal dan Aksi Demo Perbesar Tekanan
Demo besar-besaran yang digelar serikat buruh menjadi salah satu pemicu utama melemahnya IHSG. Aksi ini berlangsung di berbagai kota besar, termasuk Jakarta, dan menimbulkan kekhawatiran investor terhadap stabilitas politik serta kebijakan ekonomi ke depan. Ketidakpastian kondisi sosial membuat pelaku pasar mengambil posisi aman dengan menarik dana keluar dari saham.
Selain faktor domestik, tekanan juga datang dari luar negeri. Spekulasi terkait kebijakan suku bunga The Fed kembali meningkat. Pasar menilai kemungkinan pemangkasan suku bunga belum pasti, sehingga mendorong investor global menahan diri untuk masuk ke emerging market. Akibatnya, aliran modal keluar dari bursa Indonesia semakin deras. Rupiah pun ikut melemah, memperburuk sentimen di pasar modal.
Analis menilai kombinasi faktor domestik dan eksternal menciptakan badai sempurna bagi IHSG. Situasi ini membuat investor jangka pendek memilih langkah defensif. Bahkan beberapa manajer investasi asing mulai melakukan rebalancing portofolio, mengurangi bobot saham Indonesia dan beralih ke aset dolar AS.
Langkah Antisipasi dan Prospek Jangka Pendek
Dengan situasi yang penuh ketidakpastian, analis menyarankan investor berhati-hati dalam mengambil posisi baru. Strategi defensif menjadi pilihan utama untuk meminimalkan risiko. Diversifikasi portofolio ke sektor yang lebih tahan terhadap gejolak politik disarankan, seperti kesehatan atau telekomunikasi.
Investor juga diminta memperhatikan level teknikal IHSG yang kini berada di area krusial. Jika tekanan jual berlanjut, indeks berpotensi menguji support 7.600. Kegagalan bertahan di level ini bisa membuka ruang pelemahan lebih dalam. Di sisi lain, potensi rebound tetap ada jika sentimen global membaik atau aksi demo mereda.
Dalam jangka pendek, fokus investor akan tertuju pada respons pemerintah terhadap aksi buruh serta arah kebijakan moneter global. Jika pemerintah mampu meredam ketegangan sosial, IHSG berpeluang stabil. Namun tanpa langkah konkret, tekanan jual bisa berlanjut hingga pekan depan. Situasi ini menuntut investor untuk mengelola risiko lebih disiplin agar tidak terjebak dalam volatilitas ekstrem.