Massa Datang dalam Dua Gelombang dan Langsung Menyerang
Ratusan orang asing menyerbu rumah anggota DPR Ahmad Sahroni di Kebon Bawang, Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Sabtu sore, 30 Agustus 2025. Mereka tidak hanya berkumpul, tetapi juga merusak rumah serta isi di dalamnya. Situasi mencekam itu bermula ketika sekitar 200 orang datang dalam gelombang pertama pukul 14.00 WIB. Kelompok ini ramai dan mengendarai motor berboncengan, tetapi tidak langsung membuat kerusakan.
Namun, kondisi berubah drastis ketika gelombang kedua tiba sekitar pukul 15.00 WIB. Massa baru itu melempari rumah Sahroni dengan benda-benda keras hingga mengakibatkan kerusakan parah. El George, tetangga dekat Sahroni, mengaku kaget dengan serangan mendadak tersebut. Ia menjelaskan bahwa warga sekitar kewalahan menghadapi jumlah massa yang terlalu besar. Menurutnya, banyak tetangga akhirnya memilih mundur karena tidak sanggup melawan perusuh.
Perbedaan perilaku antara gelombang pertama dan kedua memperlihatkan bahwa kelompok penyerang memang datang dengan niat berbeda. Warga sekitar langsung merasakan eskalasi situasi begitu serangan dimulai. Dari titik itulah suasana berubah kacau, dan publik mulai menyaksikan kejadian itu melalui siaran langsung di media sosial.
Live TikTok Mendulang Penonton dan Hadiah Virtual
Fenomena paling mencolok dari kerusuhan tersebut muncul ketika banyak orang menyiarkan aksi perusakan melalui fitur live di TikTok dan Instagram. Nisa, warga Tanjung Priok, mengungkapkan bahwa hampir semua orang di sekitar lokasi sibuk melakukan live streaming. Bahkan, orang yang hanya berdiri di pinggir jalan ikut merekam dan menyiarkannya ke ribuan penonton.
Saat perusakan berlangsung sekitar pukul 15.00 WIB, TikTok bahkan menampilkan rekomendasi bertajuk “live rumah Sahroni.” Begitu pengguna mengetuk rekomendasi itu, mereka menemukan beberapa siaran langsung yang menayangkan kerusuhan secara real time. Salah satu akun TikTok dengan ratusan pengikut tiba-tiba berhasil menarik lebih dari 30 ribu penonton. Host siaran tersebut mengatakan, “Kakak-kakak, sekarang di rumah Sahroni. Warga demo ke sini,” sambil terus mengajak penonton mengirim hadiah.
Fenomena itu bukan sekadar tontonan, melainkan juga sumber uang bagi para penyiar. Para penonton mengirim hadiah virtual berupa bunga mawar dan item lain. Satu mawar bernilai satu koin atau sekitar Rp250. Seorang penonton bahkan mengirim 300 mawar senilai Rp75 ribu. Beberapa penonton lain mengirim hadiah virtual dalam jumlah lebih besar, termasuk item “paus menyelam” senilai Rp537.500.
Akun bernama M45 1MAM bahkan mencatat 82 ribu penonton saat momen penjarahan berlangsung. Jumlah penonton yang masif itu membuat hadiah virtual mengalir deras. TikTok memonetisasi situasi ini dengan mengambil 50% dari total nilai hadiah sebelum kreator mengubahnya menjadi uang tunai. Bagi sebagian kreator, kerusuhan justru berubah menjadi sumber keuntungan finansial.
Media Sosial Memicu Kedatangan Massa Lebih Besar
Popularitas siaran langsung di TikTok ternyata berdampak pada situasi lapangan. El George menyatakan jumlah massa bertambah signifikan setelah perusakan muncul di media sosial. Banyak orang yang datang kemudian justru dipicu rasa ingin tahu setelah menonton live streaming. Warga sekitar khawatir kondisi semakin parah, apalagi ada kemungkinan massa membakar rumah. Mereka lalu mengingatkan para perusuh agar tidak menyalakan api karena bisa merembet ke rumah-rumah warga.
Setelah Magrib, warga Kebon Bawang akhirnya berkoordinasi dengan perangkat kelurahan, kecamatan, dan anggota TNI. Mereka bersama-sama mendorong massa menjauh dari rumah Sahroni. Upaya itu berhasil mengurangi kericuhan, sehingga tidak ada lagi siaran langsung dari lokasi. Situasi berangsur lebih terkendali setelah aparat ikut terjun ke lapangan.
Melihat kondisi yang terus memburuk akibat live streaming, TikTok akhirnya mengambil tindakan drastis. Pada pukul 21.00 WIB, platform tersebut menonaktifkan fitur live di Indonesia. Juru bicara TikTok menyatakan bahwa keputusan itu bertujuan menjaga keamanan pengguna dan mencegah konten kekerasan terus menyebar. Fitur live baru kembali aktif pada Selasa malam, 2 September 2025, setelah kondisi nasional mulai stabil.
Namun, penyebaran ajakan perusakan tidak berhenti di TikTok. Mabes Polri menemukan pasangan suami istri yang diduga menyebarkan provokasi melalui Facebook. Mereka menghasut orang lain untuk menyerang rumah Sahroni. Fakta ini menegaskan bahwa media sosial berperan besar dalam memobilisasi massa dan memperluas kerusuhan.
Live Streaming Mengubah Kerusuhan Jadi Ajang Monetisasi
Kasus penyerangan rumah Ahmad Sahroni menunjukkan bagaimana media sosial bisa memperparah situasi darurat. Live streaming di TikTok tidak hanya menyebarkan kerusuhan ke ribuan penonton, tetapi juga mengubahnya menjadi peluang mencari keuntungan. Kreator konten memperoleh hadiah virtual bernilai jutaan rupiah, sementara platform ikut mendapatkan potongan keuntungan.
Fenomena ini menimbulkan dilema besar. Di satu sisi, publik mendapat akses informasi secara cepat dan transparan. Namun, di sisi lain, perusuh justru mendapat panggung dan insentif finansial. Kondisi itu membuktikan bahwa media sosial tidak hanya sekadar ruang komunikasi, melainkan juga instrumen ekonomi yang bisa memicu tindakan berbahaya.
Ke depan, publik perlu lebih kritis terhadap siaran langsung yang menayangkan aksi kriminal. Platform media sosial pun wajib memperketat pengawasan agar fitur live tidak berubah menjadi alat provokasi. Jika tidak, kerusuhan seperti di rumah Sahroni bisa kembali terjadi, dan masyarakat lagi-lagi menanggung kerugiannya.
