hargasaham.id – Era kepemimpinan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa stabilitas fiskal dan moneter merupakan kunci untuk melewati badai krisis global. Krisis Keuangan Asia dan Krisis Keuangan Global meninggalkan pelajaran penting bahwa disiplin kebijakan mampu menjaga daya tahan ekonomi nasional. Sri Mulyani menekankan pengelolaan fiskal yang hati-hati, konsistensi moneter, dan komitmen menjaga peringkat investasi. Semua itu menciptakan magnet bagi arus modal asing yang memperkuat pertumbuhan ekonomi domestik.
Namun, kondisi global terus berubah. Keberhasilan menjaga stabilitas justru menempatkan Indonesia pada paradoks baru. Negara ini tidak lagi berstatus berpenghasilan rendah. Indonesia kini mantap dalam kategori ekonomi menengah dan menjadi nama yang dihormati di mata investor global. Dengan fondasi makroekonomi yang kuat, reputasi Indonesia semakin diperhitungkan.
Pada saat yang sama, ketergantungan terhadap investor asing berkurang drastis. Data terakhir menunjukkan kepemilikan asing pada Surat Berharga Negara hanya sekitar 14%. Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dekade lalu, menandakan bahwa obligasi domestik yang dimiliki Bank Indonesia dan perbankan nasional menjadi penopang utama pasar keuangan.
Tantangan Baru Menuntut Akselerasi Pertumbuhan
Meskipun stabilitas tetap penting, ekonomi domestik menghadapi gejala perlambatan. Pertumbuhan mulai melambat, penyerapan tenaga kerja menurun, dan ketimpangan sosial meningkat. Modal terpusat di tangan konglomerasi besar, namun investasi yang mereka lakukan tidak selalu produktif. Akibatnya, stabilitas tidak cukup untuk menjawab tantangan kesejahteraan rakyat.
Dalam konteks ini, Indonesia membutuhkan lompatan berikutnya. Pemerintah harus mengarahkan kebijakan menuju pertumbuhan inklusif yang mampu menciptakan lapangan kerja, memperkuat inovasi, dan membangkitkan partisipasi sektor swasta. Figur seperti Menteri Keuangan Purbaya dinilai relevan. Pengalamannya di pasar modal dan birokrasi menjadikannya sosok yang memahami cara menghubungkan sektor keuangan dengan kebutuhan pembangunan nasional.
Ekonomi Indonesia membutuhkan arsitek kebijakan yang tidak hanya mengandalkan stabilitas, tetapi juga mampu merancang ekosistem yang mendorong investasi produktif. Strategi tersebut harus memberikan insentif bagi dunia usaha agar berani mengambil risiko, melakukan inovasi, dan membuka lapangan kerja berkualitas.
Reformasi Pajak dan Belanja Negara Harus Mendorong Keadilan
Di sisi penerimaan, pemerintah perlu mereformasi struktur pajak agar lebih progresif. Meningkatkan Batas Pendapatan Tidak Kena Pajak akan membantu masyarakat berpenghasilan rendah memiliki daya beli lebih baik. Di sisi lain, pemerintah harus berani mengenakan pajak lebih tinggi pada kelompok berpenghasilan sangat tinggi dan kekayaan besar. Kebijakan ini dapat berjalan seiring dengan reformasi cukai rokok untuk menekan konsumsi sekaligus meningkatkan penerimaan negara.
Dari sisi pengeluaran, kebijakan harus berorientasi pada keberanian, kreativitas, dan ketepatan sasaran. Pemerintah dapat mempercepat realisasi program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis dan pembangunan sekolah rakyat. Program tersebut harus melibatkan usaha lokal agar menghasilkan efek pengganda yang signifikan. Selain itu, program padat karya tunai di pedesaan dan bantuan sosial yang tepat sasaran akan memperkuat daya beli masyarakat sekaligus memperkecil kesenjangan.
Pemerintah juga memiliki peluang besar untuk mengoptimalkan belanja modal melalui kolaborasi antara BUMN dan sektor swasta. Strategi ini akan memperkuat investasi jangka panjang tanpa membebani APBN secara berlebihan. Namun, pemerintah harus tetap waspada terhadap risiko inflasi pangan. Harga bahan pokok yang tidak terkendali berpotensi menggerus daya beli masyarakat miskin dan memperlebar ketimpangan.
Kepemimpinan Baru Harus Menyatukan Stabilitas dan Inovasi
Pemerintah tidak boleh mengorbankan pencapaian peringkat investasi yang telah diraih dengan susah payah. Kepercayaan investor global menjadi aset fundamental untuk pembiayaan pembangunan. Oleh karena itu, kebijakan fiskal dan moneter tetap harus berlandaskan prinsip transparansi, tata kelola yang baik, dan keberlanjutan jangka panjang.
Namun, fokus ke depan tidak cukup hanya menjaga stabilitas. Kepemimpinan baru harus mendorong inovasi, memperkuat kewirausahaan domestik, dan menggerakkan mesin pertumbuhan ekonomi yang lebih mandiri. Indonesia harus membuktikan bahwa pertumbuhan inklusif dapat berjalan seiring dengan disiplin fiskal.
Kesimpulannya, Indonesia sudah berhasil melewati fase bertahan dan membangun fondasi stabilitas. Kini, tantangan terletak pada menciptakan akselerasi ekonomi yang inklusif. Pemerintah harus memanfaatkan kepercayaan global dan kekuatan domestik untuk membangun ekonomi produktif yang menyediakan lapangan kerja bagi seluruh rakyat. Stabilitas tanpa pertumbuhan inklusif hanya menghasilkan stagnasi, sementara pertumbuhan tanpa stabilitas menjadi bom waktu. Perpaduan keduanya akan menentukan arah masa depan ekonomi Indonesia.