Jakarta, 28 Agustus 2025 – Sebuah video viral di TikTok memperlihatkan tragedi yang menimpa Affan Kurniawan, pengemudi ojek online (ojol). Ia tertabrak dan terlindas kendaraan taktis (rantis) Brimob saat aksi demonstrasi di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Rekaman itu muncul pertama kali dari siaran langsung akun @RadjaRafie yang menyiarkan suasana ricuh di Jalan Penjernihan I.
Penonton menyaksikan peristiwa ini secara real-time. Lebih dari 16 ribu orang bergabung dalam siaran tersebut, lalu membagikan ulang potongan video ke berbagai platform, termasuk X. Tayangan itu bukan sekadar dokumentasi, melainkan bukti eskalasi ketegangan demo yang berujung kerusuhan.
Pengemudi Ojol Melawan Setelah Kematian Affan
Malam hari setelah insiden, ribuan pengemudi ojol mendatangi Mako Brimob di Kwitang, Jakarta Pusat. Mereka menuntut keadilan bagi Affan dan menyuarakan protes keras. Beberapa akun TikTok, termasuk @qronoz, menyiarkan aksi tersebut secara langsung, sehingga ribuan orang kembali menonton lewat layar ponsel.
Kemarahan para pengemudi ojol semakin memuncak karena mereka merasa aparat bertindak represif. Mereka tetap bertahan hingga larut malam, bahkan terus menyebarkan siaran langsung agar publik memahami emosi kolektif yang berkembang.
Dengan begitu, publikasi melalui TikTok menjadi bagian penting dalam menyalurkan kemarahan sekaligus memperluas jangkauan gerakan mereka.
TikTok dan Persaingan dengan X dalam Menyebarkan Informasi Demo
Fitur Live TikTok memberi ruang besar bagi siapa pun untuk menyiarkan peristiwa secara real-time. Penonton tidak hanya menonton, tetapi juga ikut berkomentar dan berdiskusi. Interaksi ini menciptakan ruang komunikasi baru di tengah demonstrasi. Namun, derasnya tayangan kerusuhan menimbulkan kekhawatiran, terutama karena peristiwa perusakan kantor pejabat juga sempat tersiarkan ke luar negeri.
Kondisi itu membuat TikTok menutup fitur Live sementara pada 30 Agustus hingga 2 September 2025. Perusahaan ingin menjaga keamanan platform sekaligus menekan risiko penyebaran konten berbahaya.
Data Drone Emprit menunjukkan perbedaan besar antarplatform. Pada periode 30 Agustus–4 September, X mencatat 7,54 miliar interaksi soal demo, sedangkan TikTok meraih 20,8 juta interaksi. Meskipun jauh lebih kecil, angka TikTok tetap signifikan karena format video lebih emosional dan mudah viral. Facebook serta YouTube tertinggal jauh, sehingga perbincangan publik lebih banyak terpusat di X dan TikTok.
Hadiah Judi Online Menjadi Kontroversi dalam Monetisasi Siaran
Di balik maraknya siaran Live, muncul kontroversi soal sumber hadiah yang diterima kreator. Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menyoroti aliran hadiah dari akun-akun yang terkait dengan jaringan judi online. Penelusuran hargasaham.id menemukan akun seperti BARCASL0T, NAVTOTO, MERAHTOTO, GAGAH4D, dan RAJA717_ masuk daftar pemberi hadiah terbesar.
Fitur hadiah di TikTok memungkinkan penonton mengirim koin virtual yang dibeli dengan uang asli. Nilai hadiah bervariasi, mulai Rp250 hingga hampir Rp9 juta per item. Semakin banyak hadiah yang terkumpul, semakin besar pula potensi monetisasi kreator.
Menurut dosen komunikasi Universitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo, strategi ini menguntungkan jaringan judi online. Dengan menyumbang hadiah besar, nama akun mereka muncul berulang kali di layar, sehingga ribuan penonton mengenali merek tersebut. Praktik ini secara tidak langsung menjadikan demonstrasi sebagai panggung promosi terselubung.
Kasus serupa pernah terjadi sebelumnya. Seorang kreator ditangkap karena menerima hadiah dari akun judi online dan dianggap ikut memfasilitasi promosi ilegal. Peristiwa itu menunjukkan betapa rawannya monetisasi Live TikTok jika pemerintah tidak mengatur mekanismenya dengan ketat.
Kreator TikTok Berhadapan dengan Tantangan Baru
Fenomena ini menimbulkan dilema bagi kreator konten. Di satu sisi, mereka memanfaatkan momentum demo untuk mendapatkan penonton dan penghasilan. Namun, di sisi lain, mereka berhadapan dengan risiko hukum ketika hadiah yang masuk berasal dari jaringan terlarang.
Kreator yang menerima hadiah besar bisa dianggap melakukan kerja sama promosi, meski mereka mungkin tidak sadar. Situasi ini menimbulkan tekanan tambahan, karena setiap langkah mereka di layar berpotensi memicu masalah hukum.
Kunto menekankan perlunya regulasi lebih jelas agar kreator tidak terjebak. Pemerintah juga harus meningkatkan pengawasan, sebab tanpa aturan tegas, demonstrasi bisa berubah menjadi konten sensasional semata, bukan sarana penyampaian aspirasi.
Tragedi Affan dan Persimpangan Etika Media Sosial
Kematian Affan Kurniawan dalam aksi demo menegaskan ketegangan sosial yang semakin nyata di lapangan. Siaran langsung TikTok dan X mempercepat penyebaran informasi, namun juga membuka ruang kontroversi baru. Monetisasi lewat hadiah, terutama dari jaringan judi online, memperlihatkan sisi gelap di balik popularitas Live.
Ke depan, tantangan terbesar terletak pada keseimbangan. Media sosial harus tetap menjadi ruang informasi publik tanpa berubah menjadi arena eksploitasi tragedi demi keuntungan finansial. Pemerintah, platform, kreator, dan penonton perlu bersama-sama menjaga etika agar tragedi tidak hanya menjadi konten viral, melainkan pelajaran penting untuk membangun masyarakat digital yang lebih sehat.
