hargasaham.id – Perdagangan dunia pada paruh pertama tahun 2025 mencatat pencapaian baru dengan peningkatan sekitar 300 miliar dolar AS. Angka ini menandai laju pertumbuhan yang jarang terjadi, sekaligus menghadirkan paradoks menarik. Perdagangan global justru berkembang pesat ketika banyak negara memperketat kebijakan proteksionis, terutama Amerika Serikat.
Namun, pertumbuhan tersebut tidak mencerminkan kepercayaan yang merata. Importasi barang ke AS melonjak karena perusahaan bergegas menghindari tarif baru. Sebaliknya, jalur perdagangan utama dari Asia ke Eropa tetap stagnan. Dinamika ini memperlihatkan betapa besar pengaruh kebijakan proteksionis AS terhadap arus perdagangan global sekaligus menambah ketidakpastian sistemik.
ASEAN Menyusun Strategi Menghadapi Tarif Baru
Amerika Serikat mulai memberlakukan tarif balasan pada April 2025. Respon cepat datang dari berbagai delegasi asing, termasuk ASEAN, yang langsung melakukan negosiasi di Washington. Setelah berbulan-bulan diskusi, tarif akhirnya berada pada kisaran 19–20 persen untuk hampir semua negara ASEAN.
Vietnam menerima keputusan tarif pada Juli dengan tingkat 20 persen. Untuk mencapai kesepakatan itu, pemerintah Vietnam menawarkan langkah signifikan. Mereka menghapus tarif impor produk asal AS, membeli pesawat dan komoditas pertanian dalam jumlah besar, serta menerapkan aturan lebih ketat guna mencegah penipuan perdagangan. Keputusan ini menegaskan keseriusan Vietnam menjaga kepercayaan mitra dagang sekaligus mempertahankan daya saing.
Kondisi tarif yang relatif seragam menciptakan level playing field di ASEAN. Negara-negara seperti Vietnam, Thailand, Filipina, dan Malaysia tetap memiliki peluang mempertahankan aliran investasi asing. Selain itu, kepastian baru ini mulai mengembalikan keyakinan investor yang sempat ragu. Meski demikian, cerita mengenai tarif belum berakhir karena negosiasi bilateral masih berlangsung.
ASEAN Menghadapi Tantangan Jangka Pendek dan Panjang
Negara-negara ASEAN merasakan dampak langsung kebijakan proteksionis. Banyak eksportir mempercepat pengiriman untuk menghindari tarif, tetapi strategi ini hanya menimbulkan lonjakan sementara. Dalam jangka menengah, rasa tidak pasti terus membayangi karena sulit mencari pasar pengganti sebesar AS.
Untuk menghadapi tekanan jangka pendek, negara-negara ASEAN membutuhkan fleksibilitas tinggi. Pemerintah harus membangun ketahanan regional melalui peningkatan perdagangan intra-ASEAN, harmonisasi standar, dan penguatan kerangka kerja kolektif. Dengan pendekatan ini, kawasan dapat mengurangi ketergantungan pada satu pasar tunggal.
Dalam jangka panjang, diversifikasi perdagangan menjadi prioritas utama. ASEAN kini memperluas hubungan dagang dengan Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan yang sudah memiliki volume perdagangan lebih besar dibandingkan Eropa. Selain itu, kawasan juga melirik peluang di Timur Tengah, India, dan Amerika Latin, yang menawarkan pasar besar dengan potensi pertumbuhan tinggi.
Vietnam Menyeimbangkan Investasi Asing dan Produksi Lokal
Vietnam, yang lama dipandang sebagai bintang penerima FDI, menghadapi tantangan baru. Keputusan AS menurunkan tarif dari prediksi 46 persen ke 20 persen memang mengurangi tekanan, tetapi ketidakstabilan tetap menghantui. Eksportir pakaian, elektronik, dan sepatu kini meninjau ulang strategi pasar mereka. Samsung dan Pegatron sempat meningkatkan produksi, sedangkan LG memilih menghentikan produksi sementara karena pesanan tertunda.
Masalah semakin rumit ketika pemerintah mencabut subsidi energi terbarukan untuk lebih dari 170 proyek angin dan surya. Keputusan itu menimbulkan kekhawatiran investor karena dapat mengganggu pasokan listrik yang penting bagi sektor manufaktur. Selain itu, ekosistem produksi lokal masih belum matang. Dari 103 pemasok inti global Samsung, hanya 27 yang beroperasi di Vietnam, sebagian besar perusahaan asing. Ketergantungan ini melemahkan kemandirian ekonomi dan mengurangi manfaat maksimal dari FDI.
Untuk mengatasi kerentanan ini, Vietnam harus mendorong integrasi rantai pasok domestik. Pemerintah dan perusahaan perlu berinvestasi pada produksi hulu, mendukung pemasok lokal, serta membangun jaringan industri yang lebih mandiri. Dengan begitu, Vietnam bisa mengurangi risiko dan meningkatkan nilai tambah ekonominya.
Perusahaan ASEAN Harus Membangun Ketangguhan
Lingkungan perdagangan yang berubah cepat menuntut perusahaan untuk bertindak proaktif. Diversifikasi pasar menjadi langkah wajib, terutama bagi perusahaan Vietnam yang terlalu bergantung pada AS. Eropa, Jepang, dan pasar regional lainnya menawarkan peluang baru yang layak dieksplorasi.
Selain itu, perusahaan perlu meningkatkan kelenturan rantai pasok dengan digitalisasi. Investasi pada integrasi ERP, penggunaan API, serta sistem peringatan dini dapat membantu mengurangi risiko. Penggunaan keuangan rantai pasok juga memperkuat likuiditas dan mempercepat alur persetujuan.
Di sisi internal, perusahaan harus memperkuat tata kelola dan mempercepat proses kepatuhan. Dengan menyederhanakan birokrasi, perusahaan dapat merespons perubahan global lebih cepat. Upaya kolektif antara pemerintah dan swasta inilah yang pada akhirnya menentukan ketangguhan ASEAN dalam menghadapi lingkungan perdagangan global yang semakin kompleks.