hargasaham.id – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menembus level 8.000 pada penutupan perdagangan Rabu (17 September 2025), tepatnya ke angka 8.025,179. Kebijakan ekonomi dan keputusan bank sentral mendukung penguatan tersebut. Bank Indonesia memangkas suku bunga acuannya (BI Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 4,75%, sedangkan The Fed menurunkan suku bunga acuan ke kisaran 4,00–4,25%. Sentimen global dan langkah otoritas dalam negeri menciptakan optimisme pelaku pasar. Selama tahun berjalan, IHSG mencatatkan kenaikan sekitar 13,65%.
Arus Dana Asing Masih Negatif
Meskipun IHSG menguat, investor asing tetap melakukan aksi jual. Nilai jual bersih asing (net sell) mencapai Rp151,85 miliar pada perdagangan Rabu. Sepanjang 2025 hingga sekarang, net sell asing sudah menembus Rp61,2 triliun. Saham-saham bank besar seperti BBCA, BMRI, dan BBNI termasuk yang paling banyak dilepas oleh investor asing. BBCA mencatat net sell asing senilai Rp566,29 miliar pada perdagangan Rabu dan mencapai Rp27,5 triliun secara kumulatif. BMRI melepas asing Rp269,47 miliar kemarin dan sudah membukukan net sell asing Rp16,1 triliun tahun ini.
Saham Non-Bank & Sektor Lain Terpapar Juga
Selain saham perbankan, saham dari sektor lainnya juga mengalami tekanan jual asing. Saham BRMS mencatatkan net sell asing sebesar Rp3,46 triliun sepanjang tahun. Saham KLBF juga tak luput; net sell asing mencapai Rp1,84 triliun selama 2025. Kondisi fundamental dan ekspektasi suku bunga menjadi faktor utama yang memicu aksi jual tersebut.
Pandangan Analis dan Prospek Ke Depan
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Iman Rachman, menyebut bahwa sinergi antara BEI, pemerintah dan OJK berhasil menjaga fundamental ekonomi. Menurutnya, dukungan kebijakan strategis menjadi pilar penting untuk penguatan pasar saham. Analis dari Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, menyatakan bahwa pemangkasan suku bunga bisa memicu capital inflow ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Semua sektor diprediksi akan merespons positif, terutama properti, konsumer, energi, logistik dan teknologi. Namun, investor asing mungkin akan tetap bersikap waspada terhadap saham-saham besar yang sebelumnya sudah mengalami tekanan akibat ekspektasi pertumbuhan dan kinerja perusahaan yang belum konsisten.