hargasaham.id – Di butik Paris seorang perajin jam tangan Swiss, seorang pelanggan Tiongkok menghadapi kesulitan dengan kartu kreditnya. Petugas penjualan harus menunggu berjam-jam sambil berkoordinasi dengan bank pelanggan. Setelah diskusi panjang, transaksi senilai 25.000 euro akhirnya berhasil. Kejadian ini menunjukkan perubahan perilaku konsumen Tiongkok yang semakin berhati-hati dalam pengeluaran.
Salesperson di toko tersebut mencatat penurunan belanja dari pelanggan Tiongkok. Mereka kini mengutamakan merek yang lebih mudah diakses dan hanya datang ke toko untuk melihat-lihat. Bahkan ketika membeli, mereka cenderung memilih model yang lebih murah dengan harga antara 30.000 hingga 40.000 euro.
Perlambatan Ekonomi Tiongkok Mengubah Pasar Luxury
Perlambatan ekonomi Tiongkok mendorong industri barang mewah Eropa menghadapi realitas baru. Konsumen menjadi lebih selektif dan mulai beralih ke merek lokal. Menurut Pascal Moran, presiden eksekutif Federasi Haute Couture dan Mode (FHCM), merek Eropa harus menyesuaikan strategi mereka.
Tahun 2025 berisiko menjadi tahun stagnan bagi 100 anggota FHCM di Tiongkok, termasuk Louis Vuitton, Chanel, Hermes, dan Christian Dior. Situasi ini berbeda dari penurunan tajam pasar kecantikan Tiongkok pada 2024 yang mencapai 20 persen. Penjualan turun lebih lanjut di kategori utama seperti barang kulit, jam tangan, dan perhiasan, menurut laporan Bain & Company.
Merek-merek ini menghadapi tantangan dari pertumbuhan yang lebih lambat dan krisis pasar properti yang berkepanjangan. Moran menekankan bahwa elastisitas pendapatan lebih memengaruhi perilaku pembelian dibandingkan elastisitas harga.
Kenaikan Harga Barang Mewah Memicu Selektivitas Konsumen
Para analis menunjukkan bahwa merek Eropa turut berkontribusi pada penurunan minat konsumen. Louis Vuitton, Chanel, Prada, dan Hermes sering menaikkan harga beberapa kali setahun. Misalnya, tas 2.55 besar Chanel naik 91 persen sejak 2019, sedangkan harga produk ikonik lainnya naik rata-rata 54 persen antara 2019 dan 2024, menurut catatan HSBC.
Kenaikan harga yang tajam tidak meningkatkan laba. Chanel, misalnya, mencatat penurunan pendapatan sebesar 4,3 persen dan laba turun 30 persen pada 2024 dibandingkan tahun sebelumnya. Stéphane Bianchi, direktur eksekutif LVMH, menyebutkan bahwa wisatawan Tiongkok kini bepergian lebih sedikit dan membeli lebih sedikit saat berpergian.
Selain faktor harga dan ekonomi, geopolitik juga memengaruhi perilaku konsumen. Ketidakpastian kebijakan perdagangan AS memengaruhi pengeluaran Tiongkok di luar negeri. Konsumen kini lebih memilih pengalaman, seperti menginap di hotel mewah, daripada membeli tas atau pakaian mahal.
Konsumen Muda dan Tren Nasionalisme Memengaruhi Strategi Merek
Generasi muda Tiongkok menilai status berbeda dari generasi sebelumnya. Mereka menghargai pengalaman, budaya, dan kreativitas, serta lebih terbuka terhadap barang antik dan merek edisi terbatas. Merek-merek Eropa mulai menyesuaikan diri dengan realitas ini, memperkenalkan pengalaman imersif dan workshop yang melampaui transaksi belanja.
Bioskop imersif “The Louis” Louis Vuitton di Shanghai menjadi contoh bagaimana pengalaman unik dapat menarik pengunjung. Aktivitas ini meningkatkan kunjungan lokal dan memberi efek positif terhadap kinerja merek pada kuartal kedua 2025, menurut CFO LVMH Cecile Cabanis.
Merek lain, termasuk Chanel, Miu Miu, dan Hermes, mengadakan pertunjukan di Hong Kong, Shanghai, dan Beijing untuk memperkuat daya tarik jangka panjang dan resonansi budaya. Merek-merek ini menekankan pentingnya inovasi sambil mempertahankan identitas dan kualitas yang menjadi dasar reputasi mereka.
Adaptasi Jadi Kunci Kesuksesan
Industri luxury Eropa menghadapi masa perubahan signifikan di pasar Tiongkok. Penurunan pengeluaran konsumen dan selektivitas yang meningkat memaksa merek untuk berpikir ulang dan menyesuaikan strategi. Fokus kini beralih dari pertumbuhan dua digit ke pertumbuhan moderat, dengan penekanan pada pengalaman imersif dan nilai budaya produk.
Pasar Tiongkok tetap penting, tetapi merek harus menyeimbangkan harga, kualitas, dan pengalaman untuk mempertahankan daya tarik. Strategi yang tepat akan memungkinkan mereka mempertahankan relevansi, menarik konsumen muda, dan tetap kompetitif di tengah perubahan perilaku belanja yang cepat.