hargasaham.id – Charlie Clark, CEO Minty Digital berusia 34 tahun, membayar £2.500 per bulan untuk menyewa apartemen di London, meskipun ia memiliki rumah keluarga yang nyaman di Ventnor, Pulau Wight. “Saya ingin membeli properti di London, tetapi rasanya hampir tidak mungkin,” ujarnya kepada hargasaham.id. Karena tidak ada cara untuk naik ke pasar properti ibu kota, Charlie memanfaatkan tabungannya untuk membeli rumah tiga kamar tidur seharga £180.000 di kampung halamannya. Selama empat tahun terakhir, ia menyewakannya melalui Airbnb untuk menghasilkan pendapatan tambahan sekaligus membangun ekuitas. Properti tersebut, meskipun belum direnovasi, kini dinilai mencapai £230.000.
Charlie menegaskan, “Saya selalu ingin memiliki keamanan tertentu, dan properti ini memberi saya sedikit jaring pengaman.” Strategi seperti ini dikenal dengan istilah rentvesting, yakni membeli properti sebagai investasi sambil tetap menyewa tempat tinggal yang diinginkan.
Rentvesting: Tren yang Semakin Populer
Menurut Marc von Grundherr, direktur Benham and Reeves, rentvesting menjadi segmen yang berkembang di pasar properti Inggris. Tren ini muncul karena tingginya harga rumah di banyak area menarik dan semakin diterimanya sewa sebagai gaya hidup jangka panjang di kalangan generasi muda. Beberapa rentvestor memilih menjual properti mereka setelah harga naik, sementara yang lain—seperti Charlie—mempertahankan properti sebagai aset.
Charlie menjelaskan, “Properti ini saat ini lebih sebagai aset. Saya menyewakannya untuk menutupi cicilan rumah sambil menyewa di tempat lain. Suatu hari, saya mungkin akan menjadikannya tempat tinggal saya.” Strategi ini memberi fleksibilitas dan memungkinkan rentvestor menghindari biaya kepemilikan rumah utama, sekaligus tetap membangun ekuitas.
John Minnis, pendiri perusahaan agen properti Samadi di Irlandia Utara, menambahkan bahwa investor muda semakin umum. “Kami melihat pergeseran demografi pemilik properti dalam beberapa tahun terakhir. Banyak pemuda memilih investasi properti sebagai strategi keuangan lebih layak dibandingkan membeli untuk ditinggali,” katanya.
Data dari Paragon Bank menunjukkan kenaikan 10% dalam hipotek pembelian rumah untuk disewakan bagi usia 30-an selama dekade terakhir. Selain itu, data dari UHY Hacker Young mencatat 66.000 pemilik properti sewa di Inggris berusia di bawah 30 tahun menghasilkan £852 juta dari pendapatan sewa.
Keuntungan dan Tantangan Rentvesting
Charlie menekankan bahwa memiliki properti untuk disewakan tidak selalu menguntungkan secara besar-besaran. Ia mengatakan, “Banyak orang mengira menyewakan rumah akan menghasilkan banyak uang. Faktanya, setelah memperhitungkan biaya perawatan, manajemen, pajak, dan lain-lain, keuntungan bersih seringkali minimal, bahkan kadang rugi.”
Selain itu, menjadi pemilik properti membutuhkan waktu dan perhatian. Meskipun menggunakan perusahaan manajemen untuk Airbnb, Charlie masih menghabiskan dua hingga tiga jam setiap minggu untuk berkomunikasi dengan penghuni terkait kunci yang hilang atau masalah Wi-Fi.
Namun, rentvesting memberi fleksibilitas. Charlie menyebutkan, “Saya tidak terikat pada satu tempat, bisa menghindari biaya kepemilikan utama, dan selalu punya tempat jika perlu pindah. Kelemahannya adalah fleksibilitas menuntut tanggung jawab lebih tinggi.”
Marc von Grundherr menyoroti keuntungan lain: rentvesting memungkinkan profesional muda berpindah antar area atau properti dengan mudah, menutupi cicilan dengan pendapatan sewa, dan membangun ekuitas di properti lain. Strategi ini memberi mereka kesempatan membeli di lokasi favorit suatu hari nanti jika harga properti memungkinkan.
Tantangan Finansial dan Pajak
John Fraser-Tucker, kepala pinjaman rumah di Mojo Mortgages, mencatat kesulitan pembeli pertama kali mendapatkan hipotek untuk disewakan. Pemberi pinjaman meminta uang muka lebih besar dan mengevaluasi kemampuan pembayaran berdasarkan proyeksi pendapatan sewa, bukan pendapatan pribadi.
Selain itu, pemilik properti harus memahami implikasi pajak, termasuk beban pajak cap tambahan dan aturan pengurangan bunga hipotek yang diperbarui. Mereka juga menanggung tanggung jawab hukum, perawatan, dan manajemen properti. Charlie menegaskan, “Sebuah usaha yang sukses membutuhkan penelitian, perencanaan keuangan, dan saran ahli untuk mengurangi risiko.”
Kontroversi Etis Rentvesting
Meskipun rentvesting menguntungkan, praktik ini menimbulkan pertanyaan etis. Harga rumah rata-rata Inggris mencapai £270.000, sementara sewa rata-rata £1.500 per bulan, lebih tinggi di London dan Southeast England. Upah stagnan membuat orang harus mengalokasikan lebih banyak untuk perumahan.
Beberapa kritik menyebut rentvestor memilih lokasi hanya untuk keuntungan investasi tanpa kontribusi pada komunitas lokal. Hal ini bisa mempersempit pasokan rumah bagi calon pembeli dan meningkatkan harga pasar. Charlie menanggapi, “Saya tidak mengambil keuntungan dari orang lain. Saya membayar sewa di tempat lain untuk menyeimbangkan aset saya. Saya bukan bagian dari masalah besar dalam perumahan, dan saya tidak setuju dengan praktik rent-to-rent yang menaikkan harga secara tidak adil.”
Ia menambahkan, “Saya bekerja keras membangun bisnis dan portofolio ini. Saya ingin stabilitas dan kemampuan membayar hipotek sambil membangun ekuitas. Rentvesting menjadi saluran tabungan tambahan bagi saya, bukan sekadar cara cepat menghasilkan uang.”
Kesimpulan: Rentvesting sebagai Strategi Modern
Rentvesting menawarkan keseimbangan antara fleksibilitas hidup di lokasi yang diinginkan dan membangun ekuitas properti. Strategi ini semakin populer di kalangan profesional muda yang menghadapi harga rumah tinggi dan terbatasnya opsi membeli.
Namun, strategi ini menuntut perencanaan keuangan, manajemen waktu, dan kesadaran pajak. Keuntungan bersih seringkali minimal, dan pemilik harus siap menghadapi tanggung jawab tambahan. Meski demikian, bagi individu seperti Charlie Clark, rentvesting memberikan peluang untuk memiliki properti sendiri sekaligus menikmati mobilitas dan fleksibilitas sewa di kota besar seperti London.