hargasaham.id – Tiongkok berada di garis depan dalam transisi energi bersih global. Dari produksi teknologi ramah lingkungan hingga diplomasi iklim global, negara ini memainkan peran yang tidak bisa diabaikan. Banyak pencapaian yang telah dicapai Tiongkok, namun sebagian di antaranya mungkin belum diketahui oleh banyak orang.
Perjalanan Tiongkok menuju energi hijau bukan hanya ambisi domestik, tetapi juga langkah strategis yang memengaruhi pasar global. Skala investasi, inovasi teknologi, hingga posisinya dalam perundingan iklim internasional menjadikan Tiongkok sebagai aktor penting dalam menghadapi krisis iklim. Berikut lima fakta menarik yang menunjukkan besarnya dampak negara ini.
1. Tiongkok menguasai produksi teknologi energi bersih
Dilaporkan dariAl Jazeera, Tiongkok kini menjadi pemain terbesar dunia dalam pembuatan turbin angin dan panel surya. Negara ini menghasilkan 60 persen turbin angin global dan 80 persen panel surya dunia. Akibatnya, harga modul surya turun lebih dari 90 persen sejak 2010, membuat energi bersih semakin terjangkau.
Dominasi tersebut lahir dari kebijakan industri yang agresif dan investasi pemerintah yang mencapai 625 miliar dolar AS (setara Rp10,2 kuadriliun) tahun lalu. Jumlah itu setara hampir sepertiga dari total investasi energi bersih global. Hasilnya, Tiongkok tidak hanya memperkuat pasar dalam negeri, tetapi juga mengekspor teknologi hijau ke berbagai negara.
Keunggulan ini diperkuat oleh lonjakan inovasi. Pada tahun 2020, hanya 5 persen paten energi global yang berasal dari Tiongkok, namun kini angkanya mencapai 75 persen. Fakta ini membuktikan bahwa Tiongkok bukan hanya produsen, tetapi juga inovator dalam teknologi energi hijau.
2. Kapasitas energi terbarukan melebihi target pemerintah
Tiongkok berhasil mencapai kapasitas energi terbarukan sebesar 1.200 gigawatt, enam tahun lebih cepat dari target resmi. Pembangunan pembangkit listrik tenaga angin dan surya di negara ini bahkan dua kali lipat lebih besar dibandingkan total pembangunan seluruh dunia pada tahun lalu. Skala pencapaiannya benar-benar luar biasa.
Dilaporkan dariNewsweek, pada paruh pertama 2025 saja, Tiongkok menambah 267,53 gigawatt kapasitas surya, hampir tiga kali lipat dari pembangunan global di periode yang sama. Sementara itu, produksi listrik tenaga angin tumbuh 16 persen dan surya melonjak 43 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk pertama kalinya, kombinasi tenaga surya dan angin melampaui tenaga air, nuklir, dan bioenergi dalam negeri.
Keberhasilan ini didukung oleh rantai pasok domestik yang terintegrasi dengan kuat. Dengan 84 persen pertumbuhan permintaan listrik pada 2024 dipenuhi oleh energi bersih, Tiongkok menunjukkan langkah nyata dalam mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
3. Investasi asing melebihi rencana Marshall
Dilaporkan dariTimes Ekonomi, Sejak 2022, perusahaan-perusahaan Tiongkok telah mengucurkan lebih dari 210 miliar dolar AS (setara Rp3,4 kuadriliun) untuk proyek manufaktur hijau di luar negeri. Jumlah ini melebihiRencana MarshallSetelah disesuaikan dengan inflasi, ini menjadi salah satu ekspansi terbesar dalam sejarah energi bersih. Investasi tersebut mencakup lebih dari 460 proyek di 50 negara.
Fokusnya adalah sektor baterai, surya, dan kendaraan listrik. Indonesia menjadi tujuan utama karena sumber nikel yang melimpah, sementara Maroko menarik investasi besar untuk bahan baku baterai dan hidrogen hijau. Perusahaan besar seperti BYD dan Trina Solar menjadi ujung tombak langkah ini.
Meski menghadapi hambatan tarif dan ketidakpastian regulasi global, ekspansi ini tetap memperkuat pengaruh Tiongkok. Strateginya bergeser dari sekadar mengekspor produk hijau menjadi membangun rantai pasok global. Bagi banyak negara berkembang, investasi ini sekaligus membantu membangun industri energi bersih domestik.
4. Konsumsi bahan bakar fosil mulai stagnan
Tiongkok mencapai titik stagnasi konsumsi bahan bakar fosil sejak 2021. Laporan menunjukkan bahwa pada 2024, 84 persen peningkatan permintaan listrik dipenuhi oleh energi terbarukan seperti angin, surya, dan nuklir. Ini menandai pergeseran besar menuju sumber energi bersih.
Meskipun tetap menjadi penghasil emisi karbon terbesar, Tiongkok berhasil menurunkan emisi gas rumah kaca dengan tren penurunan yang kecil tahun lalu. Konsumsi bahan bakar fosil secara langsung di sektor transportasi, pemanas, dan industri tetap berada pada sekitar 150 exajoule sejak 2018. Hal ini menunjukkan bahwa proses dekarbonisasi mulai berhasil.
Di masa depan, kunci keberhasilan berada pada rencana lima tahun berikutnya (2026–2030). Jika momentum dipertahankan, Tiongkok bisa mengurangi emisi hingga 30 persen pada 2035. Selain manfaat iklim, langkah ini juga berpotensi memperkuat industri energi bersih domestik.
5. Peran Tiongkok dalam diplomasi iklim global
Dilaporkan dariThe Guardian, Tiongkok semakin aktif dalam arena diplomasi iklim internasional, terutama setelah Amerika Serikat (AS) mundur dari perundingan saat dipimpin Donald Trump. Presiden Tiongkok, Xi Jinping menyatakan bahwa negaranya tidak akan memperlambat tindakan iklim atau menarik dukungan pada kerja sama internasional. Pernyataan ini memperkuat komitmen Tiongkok di tengah dinamika geopolitik.
Pada 2025, Tiongkok menjalin kesepakatan dengan Uni Eropa untuk mendukung hasil ambisius di COP30. Dalam sejarah sebelumnya, negara ini juga berperan dalam mendorong lahirnya Kesepakatan Paris dan target keuangan iklim global. Posisi Tiongkok kini semakin penting sebagai kontributor emisi historis terbesar kedua.
Di COP30 yang akan diadakan di Belém, Brasil, Tiongkok diperkirakan memperkuat dukungannya melalui inisiatif di luar kerangka PBB. Salah satunya adalah dukungan terhadap Dana Hutan Tropis Selamanya Brasil. Peran ini menunjukkan bagaimana Tiongkok menggabungkan strategi politik dengan kepemimpinan iklim global.
Perjalanan Tiongkok dalam transisi energi hijau menunjukkan bagaimana ambisi besar dapat mengubah arah industri global. Dari inovasi teknologi hingga peran di panggung diplomasi, negara ini telah membuktikan dirinya sebagai motor penggerak energi bersih dunia.
Pencapaian ini sekaligus menjadi gambaran bahwa masa depan energi tidak lagi bergantung pada bahan bakar fosil, melainkan pada keberanian berinvestasi dalam solusi berkelanjutan. Menurutmu, apakah negara lain bisa menyaingi kecepatan transisi ini?
Sampah Perkotaan Bisa Diubah Menjadi Sumber Energi Hijau Ancaman Baru, SDM Pulau Jawa Bisa Menggeser Tenaga Lokal di Energi Hijau 5 Fakta Menarik Bendungan Baihetan, Salah Satu Sumber Energi Hijau Terbesar di Dunia