hargasaham.id – JAKARTA – Industri perbankan Indonesia menghadapi guncangan serius sepanjang Januari hingga Agustus 2025. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil langkah tegas dengan mencabut izin usaha tiga bank, yang terdiri dari dua Bank Perkreditan Rakyat (BPR), satu BPR Syariah, serta satu bank umum non-BPR yang masuk kategori gagal, yaitu PT Bank IFI.
Langkah ini mencerminkan upaya regulator memperkuat sektor perbankan, menjaga kepercayaan publik, sekaligus memastikan perlindungan terhadap dana nasabah. OJK menegaskan bahwa pencabutan izin tidak sekadar hukuman, tetapi mekanisme resolusi untuk menyelamatkan stabilitas sistem keuangan nasional.
BPRS Gebu Prima Gagal Bertahan di Tengah Masalah Permodalan
Kasus pertama muncul pada BPRS Gebu Prima yang berlokasi di Medan, Sumatera Utara. Pada 17 April 2025, OJK melalui Keputusan Dewan Komisioner Nomor KEP-23/D.03/2025 resmi mencabut izin usaha bank syariah tersebut.
OJK sebelumnya menempatkan BPRS Gebu Prima dalam status Bank Dalam Penyehatan (BDP) sejak 6 Mei 2024 karena tidak mampu memenuhi persyaratan permodalan. Namun, manajemen tidak berhasil memperbaiki kondisi hingga akhirnya status naik menjadi Bank Dalam Resolusi (BDR) pada 20 Maret 2025.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kemudian turun tangan. Berdasarkan Keputusan Dewan Komisioner Nomor 21/ADK3/2025, LPS memutuskan melakukan likuidasi dan meminta OJK mencabut izin bank tersebut. Dengan keputusan ini, LPS langsung mengambil alih kewajiban menjamin simpanan serta melaksanakan proses likuidasi sesuai dengan UU Nomor 24 Tahun 2004 dan UU Nomor 4 Tahun 2023.
OJK meminta nasabah BPRS Gebu Prima tetap tenang. Semua simpanan yang memenuhi syarat dijamin LPS, sehingga dana masyarakat tetap aman meskipun bank berhenti beroperasi.
BPR Dwicahya Nusaperkasa Tidak Mampu Penuhi Rasio Permodalan
Kasus berikutnya menimpa BPR Dwicahya Nusaperkasa di Kota Batu, Jawa Timur. Pada 24 Juli 2025, OJK mengeluarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner Nomor KEP-47/D.03/2025 untuk mencabut izin usaha bank tersebut.
Sebelumnya, sejak 8 November 2024, bank ini sudah masuk kategori Bank Dalam Penyehatan karena Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) jatuh di bawah 12 persen, rasio kas rata-rata kurang dari 5 persen selama tiga bulan, dan tingkat kesehatan bank memburuk menjadi “tidak sehat.”
Setelah hampir delapan bulan diberi waktu, kondisi tidak juga membaik. Pada 9 Juli 2025, OJK menetapkan status bank naik menjadi Bank Dalam Resolusi. LPS lalu mengajukan pencabutan izin melalui Keputusan Nomor 42/ADK3/2025. Dengan langkah ini, OJK menutup operasi BPR Dwicahya Nusaperkasa, sementara LPS segera memproses likuidasi dan menjamin dana masyarakat.
OJK menegaskan bahwa kebijakan ini bukan semata-mata menutup bank, tetapi bagian dari mekanisme memperkuat industri perbankan dan melindungi kepercayaan publik.
BPR Disky Surya Jaya Masuk Resolusi Setelah Gagal Diperbaiki
Kasus ketiga terjadi di BPR Disky Surya Jaya yang berlokasi di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. OJK mencabut izin usaha pada 19 Agustus 2025 melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner Nomor KEP-58/D.03/2025.
Sejak 2 Agustus 2024, OJK sudah menempatkan bank ini dalam status Bank Dalam Penyehatan akibat permodalan minimum di bawah 12 persen dan predikat “tidak sehat.” Setelah hampir setahun, bank tetap gagal menyelesaikan masalah likuiditas. Pada 31 Juli 2025, OJK meningkatkan status menjadi Bank Dalam Resolusi.
LPS kemudian menilai bank tidak dapat lagi dipulihkan, sehingga pada 11 Agustus 2025 mengeluarkan Keputusan Nomor 58/ADK3/2025 untuk melaksanakan likuidasi. OJK menindaklanjuti keputusan tersebut dengan mencabut izin usaha. Dengan pencabutan ini, LPS mengambil alih fungsi penjaminan simpanan serta menjalankan proses likuidasi secara penuh.
OJK kembali menekankan bahwa nasabah tidak perlu panik karena seluruh simpanan tetap dijamin oleh LPS sesuai aturan.
OJK Tegaskan Komitmen Menjaga Stabilitas Sistem Perbankan
Pencabutan izin tiga bank sepanjang Januari–Agustus 2025 menegaskan sikap tegas OJK dalam menjaga kualitas industri perbankan nasional. Regulator memilih melikuidasi bank yang tidak sehat daripada mempertahankan institusi bermasalah yang berpotensi merugikan masyarakat.
Langkah ini sekaligus menunjukkan bahwa sistem pengawasan berjalan efektif. OJK terlebih dahulu memberikan kesempatan cukup panjang kepada manajemen dan pemegang saham untuk menyehatkan bank. Namun, ketika upaya penyehatan gagal, OJK bersama LPS langsung mengeksekusi mekanisme resolusi.
Melalui kebijakan ini, OJK ingin memastikan dua hal: stabilitas industri perbankan tetap terjaga, dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan nasional tidak terganggu. Dengan koordinasi erat bersama LPS, regulator berharap ekosistem perbankan Indonesia semakin sehat dan lebih siap menghadapi tantangan global.
Sejak Januari hingga Agustus 2025, OJK sudah mencabut izin usaha tiga bank: BPRS Gebu Prima, BPR Dwicahya Nusaperkasa, dan BPR Disky Surya Jaya. Semua kasus menunjukkan pola serupa: masalah permodalan, kegagalan dalam penyehatan, dan keputusan akhir berupa likuidasi oleh LPS.
OJK menegaskan bahwa setiap pencabutan izin tidak hanya melindungi nasabah, tetapi juga memperkuat fondasi sistem keuangan nasional. Dengan langkah tegas ini, pemerintah berharap industri perbankan lebih sehat, masyarakat tetap percaya, dan stabilitas makroekonomi Indonesia tetap terjaga.