Indonesia Membutuhkan Strategi Pembiayaan yang Bernilai Sosial
Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen dalam beberapa tahun ke depan. Untuk mencapainya, negara tidak bisa hanya mengandalkan pembiayaan konvensional yang bersifat ekspansif. Indonesia harus menempuh strategi baru yang lebih berkelanjutan, inklusif, dan berbasis nilai sosial. Di tengah meningkatnya utang publik, melebarnya kesenjangan ekonomi, dan tekanan fiskal yang berat, masyarakat menuntut instrumen alternatif yang tangguh. Dalam situasi inilah, wakaf hadir sebagai sumber daya ekonomi yang strategis. Wakaf tidak berfungsi sekadar pelengkap, melainkan menopang pembangunan jangka panjang dengan fondasi spiritual, sosial, dan ekonomi yang saling terhubung.
Wakaf Menjadi Instrumen Keuangan Sosial yang Tahan Krisis
Instrumen wakaf memiliki ciri unik yang membedakannya dari instrumen keuangan komersial. Aset wakaf tidak dapat diperjualbelikan, namun manfaatnya terus mengalir secara berkelanjutan. Karakteristik ini menempatkan wakaf sebagai sumber dana ideal untuk membiayai sektor-sektor strategis, antara lain pendidikan, kesehatan, ketahanan pangan, pemberdayaan ekonomi, dan pelestarian lingkungan. Berbeda dari skema keuangan yang mengejar keuntungan jangka pendek, wakaf mengedepankan kemaslahatan sosial lintas generasi. Prinsip keberlanjutan menjadikan wakaf instrumen yang tahan krisis, bahkan mampu menjaga stabilitas ketika perekonomian global menghadapi guncangan.
Potensi Wakaf Sangat Besar, Realisasi Masih Terbatas
Data Badan Wakaf Indonesia (BWI) menunjukkan penghimpunan wakaf uang nasional per Juni 2025 mencapai Rp3,031 triliun. Angka tersebut tumbuh 0,8 persen dibanding akhir 2024, tetapi masih jauh dari potensi nasional yang mencapai Rp180 triliun per tahun. Pada semester pertama 2025, kontribusi lembaga nazhir BWI hanya Rp588 miliar atau sekitar 19,4 persen dari total nasional. Penurunan ini muncul karena jatuh tempo beberapa Sukuk Wakaf senilai Rp300 miliar.
Selain itu, infrastruktur wakaf menghadapi tantangan serius. Hingga pertengahan 2025, tercatat 505 lembaga nazhir wakaf uang aktif, 5.273 nazhir bersertifikasi SKKNI, dan 494 perwakilan BWI di seluruh Indonesia. Namun, tata kelola belum merata, integrasi data belum berjalan optimal, dan kapasitas SDM masih perlu peningkatan signifikan. Dari total 447.532 tanah wakaf, baru 53 persen yang memiliki sertifikat, dan hanya 4 persen yang produktif secara ekonomi. Sengketa wakaf juga masih minim penyelesaian karena sepanjang 2025 hanya 17 kasus yang berhasil diselesaikan. Fakta ini menegaskan perlunya langkah transformasi yang lebih agresif dan terstruktur.
Transformasi Wakaf Membuka Jalan Menuju Indonesia Emas 2045
Pemerintah bersama BWI mulai mengokohkan kebijakan strategis. Peta Jalan Wakaf Nasional 2024–2025 menargetkan enam prioritas: peningkatan literasi, penguatan regulasi, tata kelola yang transparan, inovasi produk, digitalisasi, dan konvergensi dengan agenda global. Hingga kini, pemerintah sudah merilis 31 regulasi pendukung dan menegaskan pentingnya dana sosial Islam dalam Asta Cita Presiden RI 2024–2029. Bahkan, rencana pendirian Bank Wakaf mencerminkan keseriusan negara menjadikan wakaf sebagai pembiayaan alternatif jangka panjang.
Berbagai inisiatif menunjukkan hasil nyata. Sukuk Wakaf Pemerintah membiayai proyek pendidikan dan kesehatan. Dompet Dhuafa serta Wakaf Salman ITB berhasil mengembangkan rumah sakit, sekolah, dan inkubator bisnis berbasis wakaf uang. Model ini membuktikan bahwa tata kelola profesional mampu mengubah wakaf menjadi ekosistem pemberdayaan yang inklusif dan mandiri. Dengan inovasi digital, potensi wakaf semakin luas. Integrasi data antara lembaga nazhir, perbankan syariah, Kementerian Agama, sistem informasi agraria, dan platform crowdfunding akan melahirkan ekosistem digital nasional yang transparan. Masyarakat bahkan dapat berpartisipasi melalui wakaf mikro dengan nominal kecil secara kolektif, namun berdampak besar.
Menjelang satu abad kemerdekaan pada 2045, Indonesia tidak boleh terus bergantung pada utang luar negeri dan eksploitasi sumber daya alam. Wakaf memberikan solusi berbasis nilai, mengakar di masyarakat, dan berkelanjutan secara ekonomi. Lebih dari sekadar redistribusi kekayaan, wakaf menciptakan transformasi sosial, memperkuat komunitas, serta memperluas akses masyarakat terhadap layanan dasar. Dengan tata kelola modern, partisipasi publik yang luas, dan dukungan kebijakan kuat, wakaf berpeluang besar menjadi pilar utama pembangunan nasional di abad ke-21.
