hargasaham.id – Kebijakan cukai rokok dan peredaran rokok ilegal memiliki dampak signifikan terhadap kinerja saham emiten rokok di Indonesia, seperti PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk. (GGRM). Kenaikan tarif cukai yang tidak terkendali dapat menyebabkan peralihan konsumen ke produk ilegal, sementara kebijakan cukai yang moderat dapat memberikan peluang positif bagi emiten rokok.
Kenaikan Tarif Cukai dan Dampaknya terhadap Saham Emiten Rokok
Sejak 2020, pemerintah Indonesia telah meningkatkan tarif cukai rokok secara signifikan. Pada 2020, kenaikan mencapai 23%, diikuti dengan 12,5% pada 2021, 12% pada 2022, dan 10% pada 2023 dan 2024. Namun, pada 2025, pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan tarif cukai rokok. Keputusan ini memberikan dampak positif terhadap kinerja saham emiten rokok.
Pada perdagangan Selasa, 16 September 2025, saham GGRM ditutup melejit 17,74% ke level Rp10.950 per saham, sementara HMSP terbang 20,72% ke level Rp670. Lonjakan ini menunjukkan respons positif pasar terhadap keputusan pemerintah yang tidak menaikkan tarif cukai rokok.
Peredaran Rokok Ilegal sebagai Tantangan bagi Industri Rokok Legal
Meskipun tidak adanya kenaikan cukai memberikan angin segar bagi industri rokok legal, peredaran rokok ilegal tetap menjadi tantangan besar. Menurut data, peredaran rokok ilegal meningkat hampir 50% dari tahun 2020 hingga 2023. Hal ini disebabkan oleh harga rokok ilegal yang lebih murah dibandingkan dengan produk legal akibat tingginya tarif cukai.
Direktur PT Gudang Garam Tbk. (GGRM), Istata Siddharta, menilai bahwa tarif cukai yang kompetitif dapat membantu memberantas peredaran rokok ilegal. Ia menyarankan agar pemerintah menciptakan peraturan cukai yang memungkinkan industri rokok legal bersaing dengan produk ilegal. Tanpa perubahan kebijakan cukai, sulit untuk menurunkan peredaran rokok ilegal.
Peluang dan Tantangan ke Depan
Pemerintah tengah mengkaji kebijakan cukai rokok untuk tahun 2026. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa peluang penurunan tarif tetap terbuka, tetapi sangat bergantung pada hasil analisis lapangan. Ia juga mengungkapkan adanya dugaan praktik kecurangan dalam peredaran cukai rokok palsu dan akan menelusuri lebih jauh potensi kebocoran penerimaan negara akibat hal tersebut.
Analisis sensitivitas yang dilakukan Indopremier menunjukkan bahwa setiap penurunan cukai sebesar 2% dapat meningkatkan laba emiten rokok pada 2026. Laba HMSP diperkirakan meningkat sebesar 29,4%, sementara GGRM dapat mengalami lonjakan laba hingga 111,4%. Namun, perlu dicatat bahwa laba GGRM lebih sensitif karena margin laba bersih pada 2026 yang tipis, hanya 1,4%.
Kebijakan cukai rokok dan peredaran rokok ilegal memiliki dampak signifikan terhadap kinerja saham emiten rokok di Indonesia. Kenaikan tarif cukai yang tidak terkendali dapat menyebabkan peralihan konsumen ke produk ilegal, sementara kebijakan cukai yang moderat dapat memberikan peluang positif bagi emiten rokok. Pemerintah perlu mempertimbangkan dampak kebijakan cukai terhadap industri rokok legal dan peredaran rokok ilegal dalam merumuskan kebijakan cukai di masa depan.